Selasa, 27 Maret 2012

Karena Dia


Hari Minggu pagi, saat kegiatan para penghuni rumah di rumah Sivia dimulai.
“Kak Viaaa !” teriak Ozy dari ruang makan. Tau kan siapa Ozy? Itu looh, anak IC 3 yg imut imut (FZ pasti setuju) okey, di cerita ini Ozy berperan sebagai adik Sivia.
Sivia yang merasa dipanggil langsung turun dari kamarnya, kan kamarnya di lantai 2. Sampai di lantai bawah, tepatnya di ruang makan, dia bertanya “Apa?”
“Disuruh makan noh sama kak Ipy” jawab Ozy santai, lebih tepatnya pelan. Sementara Ify yg merupakan kakak Sivia-Ozy sedang berada di dapur.
“Ozyy !! Nama gue itu Ify ! Bukan Ipy!” sahut Ify yang baru saja masuk ke ruang makan. Tapi Ozy yang mendengar itu hanya mengernyitkan dahi.
‘kakak gue satu ini kupingnya keren banget sih?’ batin Ozy. Lalu ia berkata, “Dih, gitu aja sewot!”
“Yaiyalaah.. Seenak bacot lo aja ganti-ganti nama gue!” samber (?) Ify.
“Aih, bawel amat lo kak! Diem deh!” ucap Ozy.
“Biarin” ujar Ify pendek.
Setelah kurang lebih 3 menit hening Sivia buka mulut (?) “Mamah papah belum pulang ya kak?” Tanya Sivia pada Ify.
“belum. Katanya lagi di Swiss.” Jawab Ify setelah menenggak air putih.
“hah? Kapan ke Swiss nya?” Tanya Sivia manyun. “kenapa nggak pamit sama kita?” lanjutnya lagi.
“tadi pagi!” jawa Ify singkat, padat, dan nggak jelas sama sekali (?)
Keesokan harinya saat Sivia disekolah. Dia duduk di bangku kesayangannya, tak ada orang yang duduk di sampingnya, dengan kata lain Sivia itu duduk sendiri, tanpa seorang teman bersamanya. Lalu ia mulai memainkan BBnya. Yaa karena Sivia merupakan orang yang sangat tertutup dan ia sama sekali tidak punya sahabat jadi dia lebih memilih duduk sendiri. Teman yang paling dekat sama dia Cuma Agni, cewek yang duduknya tepat di depan bangkunya.
Tretetetetetetet (!) (bunyi bel yg aneh) Bel tanda pelajaran akan segera dimulai.
“Selamat pagi anak-anak” kata Bu Ira, wali kelas Sivia dan teman-teman, saat masuk kelas.
“Pagii buuu” jawab murid-murid sekelas kompak. (kayak paduan suara gitu loh, atau sekalian aja world choir)
“Hari ini ibu mau memperkenalkan pada kalian murid baru.” Ucap Bu Ira.
“Cowok apa cewek bu?” celetuk Cakka.
“Cowok” jawab Bu Ira singkat sementara Cakka cemberut saat tau murid baru itu cowok, bukan cewek seperti yang dia harapkan. “Masuk nak” lanjut Bu Ira tapi kali ini beliau menghadap ke arah pintu kelas.
Detik berikutnya seorang cowok masuk ke dalam kelas dengan gaya coolnya (coolkas?). Lalu dia berdiri di samping Bu Ira. “Perkenalkan dirimu nak” perintah Bu Ira pada murid baru tersebut.
“Kenalkan nama saya Gabriel Stevent Damanik, kalian bisa panggil saya Gabriel atau lebih pendeknya Iyel. Saya pindahan dari Bandung, senang bisa berteman dengan kalian” kata Gabriel ramah.
“Mm… Baiklah Gabriel, kamu duduk di … Emm.. Di sebelah Sivia ya.” Ucap Bu Ira tegas.
“Maaf bu, Sivia yang mana ya?” Tanya Gabriel polos.
“Oh iya, yang duduk di belakang itu, yang duduk sendiri” kata Bu Ira sambil menunjuk-nunjuk Sivia. Sementara Sivia yang dari tadi nggak memperhatikan Bu Ira tersentak di kursinya, bingung siapa cowok yang berdiri di samping Bu Ira.
“Sivia, kamu duduk sama Gabriel ya?” Tanya Bu Ira.
“Eh, em.. Kenapa nggak duduk di tempat lain aja bu?” tolak Sivia ragu-ragu, takut kena marah.
“Kamu nggak liat apa kalo di kelas kita ini Cuma kursi di sebelah kamu saja yang kosong? Sudah sana Gabriel, duduk di tempat dudukmu” kata Bu Ira galak.
“I-iya buu” Gabriel segera duduk di samping Sivia.
(Langsung cepetin aja yaa)
Sudah 5 hari Gabriel duduk sebangku dengan Sivia. Sivia tidak menduga ternyata Gabriel orang yang seru, humoris, dan bisa membuat Sivia tertawa lepas. Padahal selama ia hidup tidak ada yang bisa membuatnya tertawa lepas. Dan ternyata Gabriel sama Sivia tetanggaan.
Teman-teman di kelas Sivia dan Gabriel pun heran. Semenjak mereka akrab, Sivia tidaklah seperti Sivia yang jutek, dan senang menyendiri. Sekarang Sivia sudah berubah jadi periang dan suka berteman. Sekarang pun Sivia bersahabat dengan Gabriel, Agni, dan Cakka. Mereka ber-enam selalu bersama. Ke kantin bareng, ngobrol pasti ber-enam, ke WC? Nggak bareng lah, haha.
Dan saat ini mereka tengah berbincang-bincang di kantin sekolah. Gabriel membuka topic pembicaraan.
“Guys, udah pada ngerjain pr matek?” Tanya Gabriel.
“Udaah dong.”jawab Sivia.
“Gue belom, hehe” ucap Agni dan Cakka kompak.
“Eciee.. Kompak cuyy. Kawinin aja yok Vi” kata Gabriel sambil melirik Sivia.
“hahhahaahahah! Bener-bener, yok ke KUA” tawa Sivia meledak (?)
Cakka dan Agni manyun. “Ogah” tolak Cagni lagi-lagi kompak.
Esok hari, yaitu hari Minggu. Dimana segala kegiatan berlangsung tidak seperti Sivia harapkan. Setelah ia selesai mandi dengan rambut dibungkus (?) handuk, ia menuju kamarnya. Sesampainya di kamar, Sivia melihat beberapa buku sekolahnya berhamburan di kasur, begitu pun tas sekolahnya yang terlihat seperti telah di obrak-abrik seseorang. ‘Oh God ! Kamar gue udah kayak kapal kebalik, sangat sangat sangat mengenaskan’ batin Sivia geram.
“Pasti kerjaan Ozy !” gumam Sivia antara sadar dan tidak sadar. Lalu ia turun menuju ruang keluarga yang sudah pasti disana ada Ozy, sedang main PS. Yaaah kebiasaan Ozy kalo hari Minggu.
“Ozyyy !!!” teriak Sivia bagaikan petir di siang bolong.
“Apa sih kak?” Tanya Ozy dengan watadosnya.
“Pasti elo yang berantakin kamar gue !” tuduh Sivia.
“Idih, kapan juga gue masuk kamar elo :p” elak Ozy lalu melet persis anak umur 5 taun.
“Ngaku nggak?” Sivia melotot. “Nggak mau ngaku gue ancurin tuh kamar elo !” ancem Sivia.
“haaah. Iya iya gue ngaku, tadi gue mau minjem CD film Nim’s Island lo itu. Tapi kagak nemu-nemu. Ya jadinya berantakan deh kamar lo. Sori kak” ucap Ozy penuh penyesalan.
Tapi karena Sivia marahnya udah terlanjur sampe ke ujung rambut (nggak sampe ubun-ubun doang), dia masih berucap dengan nada tinggi “Sekarang beresin kamar gue !”
“Huh, iyaiyaa” jawab Ozy lesu dan berlalu dari hadapan Sivia.
Tak lama kemudian dia mendengar suara ribut dari depan rumahnya. Ia berjalan ke depan.
“Papah apa-apaan sih tadi? Jalan sama client masa di mall?” sembur mama Sivia pada papa Sivia.
“Tadi papa mau beli laptop buat dikantor mah, trus nggak sengaja ketemu client papa” jelas papa Sivia.
“Alah alesan papah doang, pokoknya aku mau cerai sekarang juga” ucap mama Sivia marah.
“hah. Oke kalau itu mau kamu!” papa Sivia pun pergi meninggalkan mama Sivia yang masih berdiri di teras rumah dan juga Sivia yang mengintip di balik tirai jendela, terlihat aliran bening  mengalir dengan derasnya, membasahi pipi Sivia.
Setelah insiden yang menyedihkan itu, Sivia menangis sejadi-jadinya. Ia pun berteriak meraung-raung di bangku taman tempat ia biasa duduk menyendiri. Namun akhir-akhir ini ia duduk di sini tidak sendiri, tetapi ditemani oleh seorang Gabriel.
“AHHH ! Gak ada yang sayang sama gue yaa? Nggak ada yang bisa ngertiin perasaan gue! Ozy nakal abis (peaceFZ), kak Ify  yang nggak pedulian, mamah sibuk kerja, papah apalagi!” teriak Sivia di taman yang sepi itu. “Gue benci ! nggak ada satu orang pun yang sayang sama gue !” teriak Sivia beringas (?)
Sebuah suara mengagetkan Sivia dari tangisannya. “Kata siapa? Gue sayang kok sama lo” ucap suara itu dengan santainya.
Sivia menoleh kebelakang, “Iyel?” tanyanya kikuk, ketauan sedengnya dia.
“Iya. Kenapa? Kenapa lo bilang nggak ada yang sayang sama lo? Padahal jelas-jelas ada orang yang sayang banget sama lo” ucap Gabriel dengan tatapan lurus ke depan.
Deg ! Hati Sivia merasa sangat bahagia.
“Maksud lo siapa?” Tanya Sivia ragu.
“Apanya yang siapa?” Tanya Gabriel balik.
“Yang udah jelas-jelas sayang sama gue” ujar Sivia.
Gabriel menoleh, menatap mata Sivia dalam-dalam. Sedangka Sivia yang di liatin gitu malah menunduk. Gabriel yang melihat Sivia menunduk mengangkat muka Sivia sehingga Sivia menatapnya.
‘sekarang atau nggak sama sekali Iyel’ batin Gabriel tegas.
“Dengerin gue ya Vi, GUE SAYANG BANGET SAMA LO! LEBIH DARI SAHABAT! GUE CINTA SAMA LO SEJAK GUE LIAT LO PERTAMA KALI! Mau nggak Vi jadi pacar gue? Melengkapi hari-hari yang gue jalanin, dan gue janji gue bakal jagain lo, akan setia dan selalu sayang sama lo sampai kapan pun” ucap Gabriel menggenggam tangan Sivia.
Sivia menatap mata Gabriel yang bening dan menenangkan hatinya. Perlahan iya mengangguk-ngangguk. Jujur sebenarnya dia juga sayang sama Gabriel, Gabriel lah teman yang pertama kali bisa membuatnya tertawa lepas, Gabriel juga lah yang mengubahnya menjadi remaja yang lebih baik.
“Mau Vi?” Tanya Gabriel.
“iyaa .. aku mau, mau banget Yel” ucap Sivia dan tersenyum manis, lalu ia menghambur dalam pelukan Gabriel.  (waaah, hati-hati ntar Saras marah ! Via jangan sampe ketauan Saras yaah. Nanti aku ditabok Saras lagi, Sivia: sip daah)
Gabriel membalas pelukan Sivia penuh kasih sayang.
THE END

Kerena Kau Bukan Dia


Karena Kau Bukan Dia





Kenapa kau harus begitu cepat pergi dariku? Apa salahku hingga kau meninggalkanku secepat ini? mana janjimu Ahmad Fauzy Ardiansyah?

Sudah satu jam aku berada di depan gundukan tanah di mana pacarku dimakamkan. Ya! Dia Ahmad Fauzy Ardiansyah. Balapan liar yang membuatnya kini meninggalkanku dan melupakan janjinya untuk selalu menemaniku. Sudah ribuan air mata tumpah meratapi kepergiannya.

“Ozy..kenapa loe pergi secepat ini? gue gak bisa hidup tanpa loe Zy..hikshiks…” ratapku sambil memegangi nisan Ozy. tiba-tiba aku merasa ada seseorang yang berdiri di belakangku, respect aku langsung mendongak.

“Ray?” kataku saat mendapati Ray sahabat terdekat Ozy berdiri di belakangku.

“Ini Ozy nitipin surat ini buat loe.. gue yakin dia udah tahu ajalnya, sampek-sampek dia mempersiapkan ini semua…” katanya datar. Itulah Ray, dia seoarang drummer yang sangat cuek dan dingin.

“Makasih…” kataku masih terisak. Setelah aku terima surat itu Ray langsung pergi. Aku kembali menatap kuburan Ozy, perlahan aku buka surat itu dan mulai membacanya.


Dear My Lovely Princess…
Maaf kalau aku membuatmu sedih…
Maaf kalau aku tidak mendengarkan perkataanmu…
Mungkin kamu bertanya, kenapa aku bisa menulis surat ini?
Entah mengapa aku merasa ada sesuatu hal yang mengharuskanku menulis ini untukmu…
Jangan marah padaku kalau aku tak bisa selamanya di sampingmu…
Hidup dan mati ada di tangan Tuhan…
Tapi jangan salahkan Tuhan jika suatu saat nanti aku tak bisa selamanya di sampingmu…
Semua itu adalah takdir..
Aku tahu kalau saat kamu menerima surat ini aku sudah tak akan di sampingmu..
Maafkan aku …
Tapi kamu jangan pernah sedih…
Aku meninggalkanmu tak akan sendirian…
Kalau dulu kau bisa mencintaiku…
Mungkin kamu bisa mencintai orang yang aku mintai tolong menjagamu…
Kau ingat pada sahabatku kan?
Cobalah kau cintai dia.. anggaplah dia sebagai penggantiku…
Aku tak akan tenang jika meninggalkanmu bersama lelaki yang tak jelas..
Maka dari itu aku tunjuk Ray sahabatku untuk menjagamu…
Cobalah cintai dia..
Aku yakin dia pantas untukmu..
Terima kasih untuk semua cinta yang telah kamu berikan untuk aku…
Bahagialah bersama Ray…
Selamat tinggal Larissa Safanah Arif..

I Love You So Much…

Tertanda

Ahmad Fauzy Ardiansyah, your Prince        
                

Saat membaca surat Ozy aku semakin menangis dan terisak. Bodoh sekali dia ! tidak seharusnya dia menitipkanku seperti ini. harusnya kan dia yang ada di sampingku! Dialah yang berjanji padaku untuk selalu menemaniku. Tapi sekarang dimana dia?! Dia sudah pergi! Dan seenaknya saja dia menitipkaku seperti barang…

“OZYYYYYY!!!!” tangisku membeludak. Akupun berteriak meluapkan semua kesedihanku.


***


Sudah 1 minggu aku tidak sekolah, aku masih terpukul dengan kepergian Ozy. Bundaku sepmat kuatir melihatku tapi untungnya dia mengerti dengan keadaanku karena dia tahu begitu besar cintaku pada Ozy.
Saat ini aku sedang duduk termenung di bangku taman belakang rumahku sembari mengenang kenanganku bersama Ozy yang sering bercanda di taman belakang itu.

“Zy…kenapa kamu harus pergi ninggalin aku? Aku gak mau kehilangan kamu… kenapa kamu gak ajak aku bersama kamu aja… aku gak bisa hidup tanpa kamu…” ratapku yang sedari tadi sudah mengalirkan air mata. Tiba-tiba ada seseorang yang datang dan langsung duduk di bangku sebelahku, aku langsung menengok ke arah orang yang yang sudah duduk di sampingku.

“Ray…” kataku mendapati Ray duduk di bangku sebelahku yang hanya berjarak satu meja saja. dia hanya tersenyum tipis sambil menatap lurus kea rah taman. Terjadi keheningan diantara aku dan dia. Air mata yang tadi membasahi pipikupun mulai kering. Tiba-tiba aku teringat tentang surat yang diberikan Ozy padaku.

“Ray?” panggilku.

“Hmm..”jawabnya tanpa mengalihkan pandangan awalnya.

“Ehmmm…gue…” kataku tak sanggup menanyakan masalah itu. aku takut dia malah tersinggung dengan pertanyaanku nantinya.

“Ehmmm.. gu..” belum sempat aku berkata dia sudah membuka suara.

“Masalah surat Ozy?” katanya membuatku tersentak dan kemudian menatapnya heran. Apa dia sudah tahu masalah ini?

“Ja..di loe…” kataku gugup.

“Bahkan dia mengatakannya langsung padaku saat dia sekarat di rumah sakit…” jawabnya kali ini melihat kearahku.

“Tapi Ray… loe tahu kan Ozy gak akan tergantikan di hati gue?” kataku.

“Gue tahu kok.. tapi satu hal Cha the life must go on… gue tahu loe sayang sama Ozy dan gue juga tahu banget kalau Ozy sayang banget sama loe… tapi harus inget di luar sana masih banyak orang yang juga sayang sama loe.. loe harus inget nyokap loe..satu lagi Cha.. jangan loe pikir dengan loe kayak gini Ozy bakalan tenang… Ozy tahu yang terbaik buat loe Cha” katanya yang membuatku tak mengerti. Apa yang terjadi padanya? Ini kalimat terpanjang yang dia ucapkan selama aku mengenalnya di SMA.

“Apa maksud loe dengan Ozy tahu yang terbaik buat gue?” tanyaku masih belum mengerti dengan kata-kata terakhir Ray. namun Ray tidak langsung menjawab dia malah beranjak dari duduknya dan sejenak berdiri sambil memasukan tangannya ke kantung bajunya, kemudian dia menatapku lekat.

“Kalau loe sayang sama Ozy loe bakalan tahu maksud gue…” katanya saat menatapku. Setelah itu dia hendak beranjak pergi namun belum sempat dia meninggalkanku masuk ke rumah aku menahannya hendak mengatakan sesuatu.

“Ray…” kataku menahan langkahnya. Dia hanya menghentikan langkahnya tanpa menengok.

“Maafin gue Ray… gue belum bisa gantiin posisi Ozy dengan siapapun…” kataku.

“Wauw…” komentarnya yang sejurus kemudian langsung pergi meninggalkanku. Aku hanya bisa menghela nafas.

***

Semalam penuh aku berfikir akan kata-kata Ray. Ray memang benar the life must go on. Aku gak boleh egois dan terus-terusan meratapi kepergian Ozy yang gak akan kembali. Semalam penuh aku juga memikirkan kata-kata Ray yang menagtakan bahwa Ozy tahu yang terbaik buat aku. Ray tidak buruk, dia baik bahkan aku akui Ra lebih baik dan perhatian daripada Ozy. Akhirnya aku putuskan untuk memulai kehidupanku lagi. aku harus kuat dan tegar menghadapi cobaan dari Tuhan. Aku gak boleh membuat Ozy sedih di alam sana.

“Pagi mah..pagi pah…” sapaku pada mama dan papa yang sedang sarapan. Terlihat mama senang melihat aku mengenakan seragam sekolah yang menandakan kalau aku sudah siap untuk sekolah.

“Acha.. kamu sudah mau sekolah?” tanya mamaku.

“Iya mah.. Acha gak mau terus-terusan kayak gini mah…” jawabku sambil duduk di kursi makan.

“baguslah Cha kalau begitu.. papa senang…” kata papaku. Aku hanya tersenyum sambil mengambil roti dan mengoleskannya dengan selai. Tak lama aku mendengar suara mesin mobil dari depan rumahku.

“Loh kok ada suara mobil? Emang papa mau ke kantor ya?” tanyaku sambil menggigit roti yang sudah kuelskan dengan selai coklat.

“Bukan Cha… hari ini papamu gak ke kantor kok..papa mau cuci darah untuk pengobatannya…” jawab mama.

“oo..terus itu siapa?” tanyaku lagi.

“Itukan Ray…dia setiap pagi emang sering ke sini..” jawab papaku yang membuatku tertohok. Nyaris saja aku menyemburkan susu yang sedang aku minum.

“Uhuk…” kataku berusaha menelan susu yang nyaris aku semburkan.

“Kamu kenapa Cha? Makannya hati-hati kalau minum…” kata papaku.

“Enggak kok pah…” jawabku. “Kok Ray bisa ke sini sih mah? Mama yang suruh dia ke sini ya?” tanyaku kemudian.

“Bukan Cha.. emang semenjak kepergian Ozy setiap paginya dia dateng ke sini untuk menjemputmu sekolah, tapi karena kamu masih belum siap dia Cuma bisa ke sekolah tanpa membawa kamu..” tutur mama yang membuatku kaget. Jadi selama 3 minggu ini Ray selalu menghapiriku, tapi aku tak pernah menyadari itu? kenapa dia lakukan ini?

“Oo gitu ya mah…” komentarku manggut-manggut.

“Yaudah sana buruan samperin Ray.. pasti dia seneng kamu udah mau sekolah…” suruh mamaku.
“Iya deh mah.. yaudah ya Acha sekolah dulu…” pamitku kemudian mencium pipi mama dan papaku. Lalu segera keluar menemui Ray.

***

Saat ini aku sudah berada di dalam mobil. Ray mengendarai mobil mazda2 warna merahnya dengan santai. Maklum sekarang masih jam 6 jadi walaupun Ray mengendarai dengan santai kita tak akan terlambat. Sepanjang perjalanan aku dan dia hanya terdiam. Sampai akhirnya Ray buka suara.

“Gue seneng loe udah bisa bangkit..” katanya dengan ekspresi datar.

“Itu juga berkat loe..” kataku tersenyum. Kembali Suasana hening.

“Ray…” kataku memecah keheningan kedua.

“Hmmm..” jawabnya.

“maaf ya soal yang kemaren…” kataku.

“Bukan apa-apa…” katanya.

“Kamu bener kalau Ozy tahu yang terbaik buat gue…” kataku. Nampak Ray kaget dan langsung menatapku lekat-lekat. Hanya sebentar dia menatapku kemudian dia kembali berkonsentrasi dengan jalan.

“Maksud loe?” tanyanya dengan ekspresi datar.

“Surat yang di berikan Ozy adalah sebuah wasiat.. dan sebagai orang yang menerima wasiat itu gue harus menjalaninya demi Ozy…” kataku sedikit ragu. Aku takut ray menolaknya atau malah dia merasa tersinggung. Tapi dugaanku salah tak ada komentar dari Ray hanya sebuah senyuman kecil,namun kali ini senyum yang tersungging di bibir Ray lebih ikhlas dan Nampak bahagia. Aku hanya bisa membalas senyuman itu dengan senyuman balik.

***

Semenjak kejadian di mobil itu, secara langsung ataupun tidak aku dan Ray menjalin sebuah hubungan yang ‘istimewa’. Seperti biasa Ray selalu menjemputku ke sekolah. Di sekolah aku tak terlalu mengumbar kemesraan karena takut Ray akan di cap penghianat karena memacari pacar almarhum temannya. Jujur aku akui kini aku sudah mulai bisa membangun kehidupanku, walaupun jujur tak jarang aku mengganggapnya sebagai Ozy tiap kami sedang berduaan bahkan aku sering kali memperlakukannya seperti Ozy, bisa dibilang aku sudah menyulapnya menjadi Ozy wanna be dari penampilannya hingga makanannya, dan yang paling aku larang dari dia adalah balapan. Aku gak mau dia ikut balapan lagi aku takut nasibnya akan sama kayak Ozy, aku gak perduli Ray harus menelan hobynya tapi aku sama sekali tak melihat reaksi tak terima dari Ray. Ray terima-terima saja akan semua perlakuanku.

Saat ini aku dan Ray sedang berjalan-jalan di sebuah pusat perbelajaan. Setelah berbelanja cukup lama dan menghasilkan banyak belanjaan aku mengajak Ray makan di salah satu restaurant di pusat perbelanjaan itu.

“Loe mau pesen apa Cha?” tanya ray padaku.

“Kayak biasa aja Ray..” kataku. Ray  Cuma manggut.

“Mbk satu waffle sama…” kata Ray belum sempat menyelesaikan pesannya aku udah keburu ngomong.

“Pancake…” kataku. Ray heran dan langsung menatapku heran.

“Loe mau pancake?” tanyanya sambil menatapku heran. Aku hanya menggeleng.

“Terus?” tanyanya.

“buat loe..” jawabku. Ray semakin heran.

“Tapi kan gue gak suka pancake…” katanya.

“Tapi Ozy suka Ray…” jawabku tak sadar. Ray langsung terdiam, jelas terlihat di wajahnya kalau dia kecewa.

“Loe mau kan Ray makan itu buat gue?” tanyaku. Ray masih terdiam dan kemudian mencoba menyunggingkan senyum tipisnya namun kali ini di campurkan dengan rasa kecewa.

“Apapun asal loe seneng…” katanya sambil membelai rambutku.

“Makasih ya ray…” kataku senang. aku bersyukur bisa memiliki Ray saat ini. Ozy memang tidak salah memilih Ray untuk mendampingiku.

“yaudah Cha.. gue ke toilet dulu ya.. loe cari tempat aja dulu..” kata Ray.

“Iya ray…” kataku. Raypun pergi meninggalkanku.

***

In Ray’s eyes

Kenapa kau tak bisa menerimaku apa adanya? Kenapa kamu tidak bisa mencintaiku seperti aku apa adanya.. aku ya aku.. dia ya dia.. karena aku bukan dia…

“Kenapa Cha! Kenapa loe gak bisa nerima gue apa adanya seperti ini? kenapa loe selalu berusaha membuat gue seperti ozy.. gue bukan Ozy Cha!” ratapku sambil menatap bayanganku di kaca toilet. untung saja saat itu toilet sedang sepi.

“Dulu mungkin gue bisa rela lihat loe lebih cinta dan memilik Ozy dibandingin gue, tapi saat ini Cha loe berusaha menjadikan gue seperti Ozy saat ozy udah ninggalin loe.. kapan loe sadar kalau gue sayang sama loe dan gue gak mau loe perlakuin gue kayak gini…” emosiku makin memuncak. Sejenak aku terdiam dan mencoba menenangkan emosiku.
Akupun menghela nafas “Sudahlah… lagipula ini sudah takdirku…” kataku sudah sedikit tenang. Sejurus kemudian aku membasuh wajahku dengan air dan kemudian aku kembali ke Acha dan harus berpura-pura kalau aku terima-terima saja di perlakukan seperti Ozy.

***

Kini hubunganku dengan Acha sudah berjalan 2 bulan lebih dan aku harus menahan semua emosiku saat Acha memperlakukanku seperti Ozy.

Seperti biasa aku sedang berlatih drum di studio pribadi milik keluargaku. Saat aku sedang menggebuk drumku tiba-tiba Acha datang.

“hai Ray…” sapanya yang membuatku menghentikan permainan drummku.

“Eh loe Cha…” kataku. “tumben ke sini?” tanyaku lagi.

“hehe.. iya nie.. gue ke sini bawa sesuatu buat loe…” katanya dengan nada berbinar.

“Sesuatu? Apaan?” tanyaku sambil menuju tempat Acha.

“Tadi gue belanja sama mama gue terus gue lihat pakaian bagus buat loe.. jaadi gue beliin ini buat loe…” katanya mengeluarkan sebuah kemeja. Kemeja? Apa dia tidak salah? Aku sama sekali tidak menyukai memakai kemeja, paling hanya untuk acara penting aja aku pakek kemeja. Yang menyukai menggunakan kemeja kan… OZY.. yaampun lagi-lagi dia menyamakan aku dengan Ozy… ohh Tuhan berilah aku kesabaran.

“Kemeja Cha?” tanyaku heran.

“Iya.. kamu suka kan,,” katanya sambil meletakan kemeja itu di depan badanku. Entah mendapat kekuatan darimana aku menyentak tangan Acha dan sedikit membentaknya.

“Cukup Cha!” bentakku tanpa sadar sambil menyentak tangannya. Acha nambak kaget dan menatapku lekat-lekat.

“Cukup Cha.. gue bukan Ozy… kenapa sih loe selalu memperlakukan gue seperti ozy?! gue capek Cha.. gue juga punya perasaan..bisa gak sih loe mencintai gue seperti apa adanya gue? Gue gak mau selalu loe sama-samain sama Ozy.. loe harus sadar Cha Ozy udah meninggal…Ozy udah ninggalin loe…! Yang ada sekarang tinggal gue…! Please jangan samain gue sama Ozy…!” kataku yang dengan emosi yang membeludak. Aku melihat wajah Acha mulai memerah dan bulir-bulir air mata mulai menetes dari mata beningnya.

“Ray…” katanya terisak. Aku mencoba menetralisir emosiku, sejenak aku menatapnya dengan tatapan hangat.

“Cha.. loe gak bisa gini terus Cha… loe jangan egois Cha… loe gak bisa perlakuin gue kayak gini.. gue punya perasaan… dengan sikap loe yang kayak gini loe buat gue sakit hati Cha… loe sadar gak sih Cha kalau gue itu beneran sayang dan cinta sama loe bahkan sebelum Ozy jatuh cinta sama loe… gue udah cukup sabar sama semua perlakuan loe Cha.. tapi kali ini aku udah gak kuat lagi… kalau emang loe masih mau ngelakuin kayak gini sama gue mendingan kita…” kataku memberi jeda pada kalimatku dan akupun menghela nafas panjang-panjang untuk mengumpulkan keberanian. “Putus…” kataku akhirnya mengatakan hal itu. jujur aku gak mau mengatakan hal itu. aku masih dan akan terus menyayangi Acha tapi kalau begini terus caranya aku gak kuat. Lebih baik aku mengalah.

“Tapi Ray… gue sayang sama loe…” kata Acha terisak.

“Enggak Cha… loe bukan sayang sama gue tapi loe sayang sama sosok Ozy yang loe pasang di diri gue…” kataku. Acha terdiam wajahnya makin merah dan tangisnya masik membeludak.

“Maafin gue Ray… gue hilaf… gue sayang sama loe Ray… gue.. gue Cuma pingin loe bisa jadi seperti Ozy… gue gak bermaksud mengubah loe… gue sayang sama loe Ray…” katanya terisak.

“Itu sama aja Cha… udahlah Cha… gue rasa kita emang gak berjodoh.. gue bisa ikhlas kok…” kataku hendak pergi namun langkahku terhenti saat Acha memegang tanganku.

“Jangan pergi Ray… gue sayang sama loe… beri gue kesempatan lagi Ray… gue janji gue gak akan perlakuin loe kayak gini.. please…” katanya memohon. Sungguh saat itu aku tak tega melihat Acha seperti itu. tapi apa benar dia mencintaiku? Aku masih belum percaya.

“Oh ya? Wauw..” kataku dingin.

“Please Ray.. beri gue kesempatan…” katanya lagi. akupun berfikir sejenak.

“Kalau loe emang sayang sama gue.. datang ke balapan liar gue besok malam… kalau loe udah bisa melepas baying-bayang Ozy gue yakin loe mau dateng buat lihat gue balapan dan loe gak akan larang gue…” kataku. Terlihat wajah Acha kaget. Maafkan aku Cha kali ini kau harus lakukan ini, hanya ini yang bisa membuatku yakin kalau kamu memang sudah sayang sama aku.

“Apa? Balapan Liar? Enggak Ray! loe gak boleh balapan! Gue gak akan biarin loe balapan! Gue gak mau nasib loe sama kayak Ozy.. gue gak mau kehilangan loe…” katanya.

“Cha! Nasib gue sama oy itu berbeda.. mungkin Ozy mati karena balapan tapi gue gak! Gue gak akan mati karena itu. sekarang terserah loe.. kalau loe emang beneran sayang sama gue loe bakalan bisa lepasin bayangan ozy dari diri gue …” kataku langsung pergi, kali ini Acha tidak bisa menahanku dia terlihat masih berfikir.

***

In Author’s eyes

Cinta akan tumbuh tanpa kita sadari saat kita terbiasa bersama dia… walaupun kita menganggapnya sebagai orang lain percayalah bahwa cinta kita itu adalah untuk dia bukan untuk orang lain yang kita lihat dari dia…

Malam ini Ray sudah bersiap untuk balapan. Kepalanya sudah tertutup dengan helm INK fullfacenya. Sebelum dia menaiki motor ninja RR merahnya dia sempat menunggu kedatangan Acha.

“Jadi emang bener loe gak pernah suka sama gue… gue emang bodoh berharap bisa menggantikan Ozy…” kata Ray pasrah. Sejurus kemudian ray menaiki motornya disebelahnya ada Cakka saingan terbesar ray dalam hal balapan.
“Loe udah siap?” tanya Gabriel sahabat Ray.

“gue siap..” kata ray kemudian menutup kaca helm fullfacenya. Cakkapun juga melakukan hal yang sama. Mereka berdua sama-sama menyalakan motor mereka.

“Are You ready guys?” tanya Gabriel. Ray dan Cakka Cuma bisa mengacungkan jempol dan sedikit membleyer-bleyerkan motor mereka.

“Three…two…one…GO!!!” kata Gabriel bersamaan dengan seoarang gadis yang menjatuhkan kain tanda pertandingan di mulai, Ray dan Cakka pun langsung mulai balapan.

Riuh ramai tempat itu sangat mencerminkan suasana balapan. Tiba-tiba ditengah riuh ramai suasana balapan liar itu Acha datang juga, setelah bergelut dengan perasaan bimbang tentang perasaannya akhirnya Acha sadar kalau selama ini dia mencintai Ray, mungkin awalnya dia hanya memandang Ray sebagai Ozy namun seiring berjalannya waktu Acha merasakan kasih sayang tulus dari seoarang ray. kata-kata Ray membuatnya sada kalau dia gak boleh terpuruk dan terus mengingat Ozy. ya! Acha memang mencintai ray sebagai Ray bukan Ozy.

“Gabriel…” panggil Acha di tengah keramaian.

“Eh elo Cha… tumben lo eke sini? Katanya gak mau ke sini?” tanya Gabriel.

“Gak penting.. sekarang mana Ray?” tanya Acha.

“Ohh si Ray? dia lagi balapan sama Cakka…” jawab gabriel.

“Jadi dia beneran balapan?” tanya Acha gak percaya.

“Emang kenapa?” tanya Gabriel.

“Enggak kok.. gue mau nunggun dia aja…” kata Acha.

“semoga gak terjadi apa-apa sama Ray… gue gak mau kehilangan orang yang gue sayang untuk kedua kalinya…” batin Acha cemas.

Sementara itu Ray dan Cakka terus mengegas motornya, mereka saling selip. Dengan balapan ini ray akan membuktikan bahwa dia gak akan bernasib sama kayak Ozy kalau dia ikut balapan. Dia akan membuktikan pada Acha kalau dia gak akan mati karena balapan.

“Gue akan buktiin sama loe kalau gue gak akan kenapa-kenapa kalau gue balapan…” kata Ray terus mengegas motornya.

Ray dan Cakka terus melakukan aksi saling selip. Ray terus-terusan menambah kecepatannya, tanpa di duga di depan jalan ada sebuah batu yang cukup besar, Ray Nampak panic saat melihat batu itu, Ray tidak berani mengerem motornya kerena kecepatan motornya yang sangat besar karena itu Ray menabrak batu itu dan motornya terpental bersama dengannya.

BROOOKKKKKK!!! Motor itu terpental bersama dengan dengan Ray. Cakka yang melihat itu langsung berhenti dan menolong Ray.

***

TRINGG…tiba-tiba kalung yang diberikan oleh Ray pada Acha terjatuh, perasaan Acha jadi tidak enak.

“Eh? Kalung gue..” kata Acha langsung mengambil kalung itu. DEG! Perasaan Acha jadi tidak enak.

Tiba-tiba ada seseorang yang datang dengan panic.

“Gab…Gab…gawat Gab..” kata orang itu panic.

“Ada apa Debo?” tanya Gabriel.

“Ada yang kecelakaan…” kata Debo.

“Apa? Kecelakaan?? Siapa?” tanya Gabriel panic.

“Ray! Ray kecelakaan.. dia nabrak batu!” kata Debo. Acha Nampak kaget dan mukanya mulai memerah.

“Apa? Ray…enggak…Gak mungkin..Ray…hikshiks..” Acha mulai menangis dia shock dengan berita itu. semua penonton balapan langsung kalang kabut menyusul Ray demikian juga Acha, Acha terlihat panic.

***

GLUDUK GLUDUK

Ray yang berlumuran darah sedang di bawa dengan kasur dorong menuju ruang UGD. Acha dengan setia mendampingi Ray sambil menangis.

“Ray loe harus bertahan…” kata Acha mengikuti kasur dorong itu sambil memegang tangan Ray yang setengah sadar.
“A..cc..haa…gu..ee….akan...bb..uu..k..t..i..i..n…ka…lll..a…u…..gu..ee…gak……a..kan……ma…ti……ka…re…na……gu…ee…..bu..kk…a..nn…..dii..aaa…”kata Ray terbata-bata.

“Iya Ray.. gue tahu itu.. loe harus bertahan… loe gak boleh tinggalin gue Ray…” kata Acha terisak.
“Silahkan anda tunggu di luar…” kata dokter mencegahku untuk ikut lebih dalam menemani Ray. aku hanya bisa mengikuti prosedur.

***

In Acha’s Eyes

Maafin aku kalau selama ini aku memaksakan kamu untuk menjadi seperti dia.. aku sadar kalau selama ini aku salah..berilah aku kesempatan lagi.. jangan tinggakan aku…aku sayang sama kamu dan aku sadar kamu ya kamu dia ya dia karena kamu bukan dia…

Saat ini aku sedang menunggu Ray di depan ruang UGD. Aku sangat cemas, aku sama sekali tak ingin kehilangan orang yang aku sayangi lagi. Kenapa dunia seakan tidak adil buat aku? Pertama Ozy dan sekarang… enggak! Aku gak boleh berfikir seperti itu… aku harus yakin kalau Ray gak akan bernasib sama seperti Ozy.. Ray bukan Ozy… sekarang aku hanya bisa berdoa untuk keselamatan Ray.

“Tuhan aku mohon, jangan ambil Ray dariku…aku sangat menyayangi Ray.. beri aku kesempatan untuk membuktikan kalau aku sungguh mencintainya…” ku haturkan doa pada Tuhan untuk keselamatan Ray.

Sekitar 1 jam kemudian salah seorang dokter keluar dari ruang UGD, dengan sigap aku langsung menanyakan keadaan Ray pada dokter itu.

“Bagaimana keadaan pacar saya dok?” tanyaku panic. Wajah dokter itu Nampak menyesal. Tidak jangan katakan itu. jangan aku tak sanggup mendengarnya.

“Saya belum tahu.. kita tunggu saja perkembangannya..kita membutuhkan mukjizat untuk keselamatan Ray…” kata dokter itu. mukjizat? Apa mungkin itu ada?

“Yasudah saya kembali keruangan dulu..” pamit dokter itu.

Aku sangat terpukul dengan kejadian ini. sudah kuduga ini akan terulang lagi. tapi kenapa selalu pada orang yang aku cintai? Tak berapa lama aku menerima sebuah telepon yang membuatku makin terpukul.

“apa?” kataku makin terpukul akupun terpuruk jatuh dan berurai air mata.

***

Saat ini aku sedang berada di sebuah pekuburan. Aku meratapi kepergian seseorang yang sangat aku sayangi.

“Hikshiks..kenapa harus secepat ini? kenapa Tuhan selalu mengambil orang-orang yang aku sayangi? Ini gak adil buat aku…” ratapku sambil memegangi nisan kuburan itu.

“Achaa.. ayoo kita pulangg… ini sudah sore..” ajak mamaku.

“Enggak mah… Acha masih mau disini… mama pulang aja dulu…” kataku. Mama hanya wajahnya penuh air mata terpaksa meninggalkanku.

Tinggallah aku di kuburan itu.

“Hikshiks..” aku terus menitikan air mata. Tiba-tiba aku mersa ada seorang yang berdiri di belakangku, akupun mendongak.

“Ray..” kataku senang.

“Ayoo kita pulang…sudah sore..” katanya. Aku pun berdiri dan menatapnya bahagia.

“Iya Ray… tunggu dulu aku mau pamit sama Papa…” kataku.

“Pah.. Acha pamit ya… Acha sayang banget sama Papa… Papa tenang ya di sana.. Acha di sini ada Ray… dia akan jagain Acha… good bye dad…” kataku berkata pada kuburan itu.

“Ayoo Ray kita pulang…” ajakku kini. Raypun menggandengku pergi pulang.

“Sekarang loe percayakan kalau gue gak kan ninggalin loe…” kata Ray sambil menggandegku jalan. Aku hanya bisa membalasnya dengan senyuman.

Ya! Jangan kira aku berada di kuburan Ray. Tidak! Mukjizat itu memang benar-benar ada! mungkin saat ini aku sangat terpukul dengan kepergian papa karena gagal pengobatan untuk penyakit leukimianya.
Ray benar nasibnya tidak akan sama dengan Ozy. Ray sudah membuktikan padaku kalau dia tidak akan mati karena balapan. Sejak saat itu aku berjanji pada mu Ray kalau aku tak akan menjadikanmu seperti Ozy Karena Kau bukan Dia



_THE END_