Hari Minggu pagi, saat kegiatan para penghuni rumah di rumah Sivia dimulai.
“Kak Viaaa !” teriak Ozy dari ruang makan. Tau kan siapa Ozy? Itu looh, anak IC 3 yg imut imut (FZ pasti setuju) okey, di cerita ini Ozy berperan sebagai adik Sivia.
Sivia yang merasa dipanggil langsung turun dari kamarnya, kan kamarnya di lantai 2. Sampai di lantai bawah, tepatnya di ruang makan, dia bertanya “Apa?”
“Disuruh makan noh sama kak Ipy” jawab Ozy santai, lebih tepatnya pelan. Sementara Ify yg merupakan kakak Sivia-Ozy sedang berada di dapur.
“Ozyy !! Nama gue itu Ify ! Bukan Ipy!” sahut Ify yang baru saja masuk ke ruang makan. Tapi Ozy yang mendengar itu hanya mengernyitkan dahi.
‘kakak gue satu ini kupingnya keren banget sih?’ batin Ozy. Lalu ia berkata, “Dih, gitu aja sewot!”
“Yaiyalaah.. Seenak bacot lo aja ganti-ganti nama gue!” samber (?) Ify.
“Aih, bawel amat lo kak! Diem deh!” ucap Ozy.
“Biarin” ujar Ify pendek.
Setelah kurang lebih 3 menit hening Sivia buka mulut (?) “Mamah papah belum pulang ya kak?” Tanya Sivia pada Ify.
“belum. Katanya lagi di Swiss.” Jawab Ify setelah menenggak air putih.
“hah? Kapan ke Swiss nya?” Tanya Sivia manyun. “kenapa nggak pamit sama kita?” lanjutnya lagi.
“tadi pagi!” jawa Ify singkat, padat, dan nggak jelas sama sekali (?)
Keesokan harinya saat Sivia disekolah. Dia duduk di bangku kesayangannya, tak ada orang yang duduk di sampingnya, dengan kata lain Sivia itu duduk sendiri, tanpa seorang teman bersamanya. Lalu ia mulai memainkan BBnya. Yaa karena Sivia merupakan orang yang sangat tertutup dan ia sama sekali tidak punya sahabat jadi dia lebih memilih duduk sendiri. Teman yang paling dekat sama dia Cuma Agni, cewek yang duduknya tepat di depan bangkunya.
Tretetetetetetet (!) (bunyi bel yg aneh) Bel tanda pelajaran akan segera dimulai.
“Selamat pagi anak-anak” kata Bu Ira, wali kelas Sivia dan teman-teman, saat masuk kelas.
“Pagii buuu” jawab murid-murid sekelas kompak. (kayak paduan suara gitu loh, atau sekalian aja world choir)
“Hari ini ibu mau memperkenalkan pada kalian murid baru.” Ucap Bu Ira.
“Cowok apa cewek bu?” celetuk Cakka.
“Cowok” jawab Bu Ira singkat sementara Cakka cemberut saat tau murid baru itu cowok, bukan cewek seperti yang dia harapkan. “Masuk nak” lanjut Bu Ira tapi kali ini beliau menghadap ke arah pintu kelas.
Detik berikutnya seorang cowok masuk ke dalam kelas dengan gaya coolnya (coolkas?). Lalu dia berdiri di samping Bu Ira. “Perkenalkan dirimu nak” perintah Bu Ira pada murid baru tersebut.
“Kenalkan nama saya Gabriel Stevent Damanik, kalian bisa panggil saya Gabriel atau lebih pendeknya Iyel. Saya pindahan dari Bandung, senang bisa berteman dengan kalian” kata Gabriel ramah.
“Mm… Baiklah Gabriel, kamu duduk di … Emm.. Di sebelah Sivia ya.” Ucap Bu Ira tegas.
“Maaf bu, Sivia yang mana ya?” Tanya Gabriel polos.
“Oh iya, yang duduk di belakang itu, yang duduk sendiri” kata Bu Ira sambil menunjuk-nunjuk Sivia. Sementara Sivia yang dari tadi nggak memperhatikan Bu Ira tersentak di kursinya, bingung siapa cowok yang berdiri di samping Bu Ira.
“Sivia, kamu duduk sama Gabriel ya?” Tanya Bu Ira.
“Eh, em.. Kenapa nggak duduk di tempat lain aja bu?” tolak Sivia ragu-ragu, takut kena marah.
“Kamu nggak liat apa kalo di kelas kita ini Cuma kursi di sebelah kamu saja yang kosong? Sudah sana Gabriel, duduk di tempat dudukmu” kata Bu Ira galak.
“I-iya buu” Gabriel segera duduk di samping Sivia.
(Langsung cepetin aja yaa)
Sudah 5 hari Gabriel duduk sebangku dengan Sivia. Sivia tidak menduga ternyata Gabriel orang yang seru, humoris, dan bisa membuat Sivia tertawa lepas. Padahal selama ia hidup tidak ada yang bisa membuatnya tertawa lepas. Dan ternyata Gabriel sama Sivia tetanggaan.
Teman-teman di kelas Sivia dan Gabriel pun heran. Semenjak mereka akrab, Sivia tidaklah seperti Sivia yang jutek, dan senang menyendiri. Sekarang Sivia sudah berubah jadi periang dan suka berteman. Sekarang pun Sivia bersahabat dengan Gabriel, Agni, dan Cakka. Mereka ber-enam selalu bersama. Ke kantin bareng, ngobrol pasti ber-enam, ke WC? Nggak bareng lah, haha.
Dan saat ini mereka tengah berbincang-bincang di kantin sekolah. Gabriel membuka topic pembicaraan.
“Guys, udah pada ngerjain pr matek?” Tanya Gabriel.
“Udaah dong.”jawab Sivia.
“Gue belom, hehe” ucap Agni dan Cakka kompak.
“Eciee.. Kompak cuyy. Kawinin aja yok Vi” kata Gabriel sambil melirik Sivia.
“hahhahaahahah! Bener-bener, yok ke KUA” tawa Sivia meledak (?)
Cakka dan Agni manyun. “Ogah” tolak Cagni lagi-lagi kompak.
Esok hari, yaitu hari Minggu. Dimana segala kegiatan berlangsung tidak seperti Sivia harapkan. Setelah ia selesai mandi dengan rambut dibungkus (?) handuk, ia menuju kamarnya. Sesampainya di kamar, Sivia melihat beberapa buku sekolahnya berhamburan di kasur, begitu pun tas sekolahnya yang terlihat seperti telah di obrak-abrik seseorang. ‘Oh God ! Kamar gue udah kayak kapal kebalik, sangat sangat sangat mengenaskan’ batin Sivia geram.
“Pasti kerjaan Ozy !” gumam Sivia antara sadar dan tidak sadar. Lalu ia turun menuju ruang keluarga yang sudah pasti disana ada Ozy, sedang main PS. Yaaah kebiasaan Ozy kalo hari Minggu.
“Ozyyy !!!” teriak Sivia bagaikan petir di siang bolong.
“Apa sih kak?” Tanya Ozy dengan watadosnya.
“Pasti elo yang berantakin kamar gue !” tuduh Sivia.
“Idih, kapan juga gue masuk kamar elo :p” elak Ozy lalu melet persis anak umur 5 taun.
“Ngaku nggak?” Sivia melotot. “Nggak mau ngaku gue ancurin tuh kamar elo !” ancem Sivia.
“haaah. Iya iya gue ngaku, tadi gue mau minjem CD film Nim’s Island lo itu. Tapi kagak nemu-nemu. Ya jadinya berantakan deh kamar lo. Sori kak” ucap Ozy penuh penyesalan.
Tapi karena Sivia marahnya udah terlanjur sampe ke ujung rambut (nggak sampe ubun-ubun doang), dia masih berucap dengan nada tinggi “Sekarang beresin kamar gue !”
“Huh, iyaiyaa” jawab Ozy lesu dan berlalu dari hadapan Sivia.
Tak lama kemudian dia mendengar suara ribut dari depan rumahnya. Ia berjalan ke depan.
“Papah apa-apaan sih tadi? Jalan sama client masa di mall?” sembur mama Sivia pada papa Sivia.
“Tadi papa mau beli laptop buat dikantor mah, trus nggak sengaja ketemu client papa” jelas papa Sivia.
“Alah alesan papah doang, pokoknya aku mau cerai sekarang juga” ucap mama Sivia marah.
“hah. Oke kalau itu mau kamu!” papa Sivia pun pergi meninggalkan mama Sivia yang masih berdiri di teras rumah dan juga Sivia yang mengintip di balik tirai jendela, terlihat aliran bening mengalir dengan derasnya, membasahi pipi Sivia.
Setelah insiden yang menyedihkan itu, Sivia menangis sejadi-jadinya. Ia pun berteriak meraung-raung di bangku taman tempat ia biasa duduk menyendiri. Namun akhir-akhir ini ia duduk di sini tidak sendiri, tetapi ditemani oleh seorang Gabriel.
“AHHH ! Gak ada yang sayang sama gue yaa? Nggak ada yang bisa ngertiin perasaan gue! Ozy nakal abis (peaceFZ), kak Ify yang nggak pedulian, mamah sibuk kerja, papah apalagi!” teriak Sivia di taman yang sepi itu. “Gue benci ! nggak ada satu orang pun yang sayang sama gue !” teriak Sivia beringas (?)
Sebuah suara mengagetkan Sivia dari tangisannya. “Kata siapa? Gue sayang kok sama lo” ucap suara itu dengan santainya.
Sivia menoleh kebelakang, “Iyel?” tanyanya kikuk, ketauan sedengnya dia.
“Iya. Kenapa? Kenapa lo bilang nggak ada yang sayang sama lo? Padahal jelas-jelas ada orang yang sayang banget sama lo” ucap Gabriel dengan tatapan lurus ke depan.
Deg ! Hati Sivia merasa sangat bahagia.
“Maksud lo siapa?” Tanya Sivia ragu.
“Apanya yang siapa?” Tanya Gabriel balik.
“Yang udah jelas-jelas sayang sama gue” ujar Sivia.
Gabriel menoleh, menatap mata Sivia dalam-dalam. Sedangka Sivia yang di liatin gitu malah menunduk. Gabriel yang melihat Sivia menunduk mengangkat muka Sivia sehingga Sivia menatapnya.
‘sekarang atau nggak sama sekali Iyel’ batin Gabriel tegas.
“Dengerin gue ya Vi, GUE SAYANG BANGET SAMA LO! LEBIH DARI SAHABAT! GUE CINTA SAMA LO SEJAK GUE LIAT LO PERTAMA KALI! Mau nggak Vi jadi pacar gue? Melengkapi hari-hari yang gue jalanin, dan gue janji gue bakal jagain lo, akan setia dan selalu sayang sama lo sampai kapan pun” ucap Gabriel menggenggam tangan Sivia.
Sivia menatap mata Gabriel yang bening dan menenangkan hatinya. Perlahan iya mengangguk-ngangguk. Jujur sebenarnya dia juga sayang sama Gabriel, Gabriel lah teman yang pertama kali bisa membuatnya tertawa lepas, Gabriel juga lah yang mengubahnya menjadi remaja yang lebih baik.
“Mau Vi?” Tanya Gabriel.
“iyaa .. aku mau, mau banget Yel” ucap Sivia dan tersenyum manis, lalu ia menghambur dalam pelukan Gabriel. (waaah, hati-hati ntar Saras marah ! Via jangan sampe ketauan Saras yaah. Nanti aku ditabok Saras lagi, Sivia: sip daah)
Gabriel membalas pelukan Sivia penuh kasih sayang.
THE END